putra mandaya

Mengenai Saya

Foto saya
gaya hidup masa kini...

Jumat, 13 Mei 2011

Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading

Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siswa mampu membaca bukan karena secara kebetulan atau didorong oleh inspirasi, tetapi karena diajari. Membaca bukanlah kegiatan alamiah, tetapi seperangkat komponen yang dikuasai secara pribadi dan bertahap, yang kemudian terintegrasi dan menjadi otomatis. Dalam hal ini William S. Gray (dalam I Gusti Ngurah Oka 2005: 34) menekankan bahwa membaca tidak lain daripada kegiatan pembaca menerapkan sejumlah keterampilan mengolah tuturan tertulis (bacaan) yang dibacanya dalam rangka memahami bacaan.
Dalam proses pembelajaran biasanya seorang pembelajar merasakan nikmatnya membaca bukan hanya sebagai peristiwa pemecahan kode, tetapi lebih sebagai penerimaan pengetahuan dan kebahagiaan. Orang seperti akan tampil tenang dan matang karena memiliki berbagai pengalaman tambahan seperti ia bisa menikmati dari bukan hanya fiksi tetapi juga non fiksi yang dibacanya. Ditinjau dari segi anak kemungkinan mereka menemukan kegembiraan tetapi sangat bergantung pada asuhan dan arahan para orang tua dan guru.
Tujuan tambahan pelajaran membaca adalah menciptakan anak yang gemar membaca. Biasanya hal ini dapat diransang dengan mempergunakan cerita. Karena cerita pasti menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dipahami dengan melihat bagaimana bersemangat mengisahkan pengalamannya dengan tuturan orang lain dalam perjalanan waktu berkembang menjadi kemampuan menyerap dan menganalisa pengalaman, dalam bentuk pengalaman contoh panutan. Anak memanfaatkan kemampuan membacanya dengan santai, sesuai dengan kebutuhan: apakah sekedar kenikmatan atau penambah pengetahuan.
Tetapi dalam era yang maha cepat sekarang, ketika tanpa kita kehendaki tuntutan kehidupan meningkat, pembaca tak lagi boleh hanya sebagai membawa kenikmatan, tetapi sebagai alat pencapai percepatan itu sendiri. Artinya orang wajib mengejar semua informasi. Ia harus memiliki keterampilan mengumpulkan data dengan cepat sekaligus benar. Dan disini membaca cepat menjadi utama.
Muchlishoh (1992: 153) mengatakan membaca cepat yaitu jenis membaca yang diberikan dengan tujuan agar para siswa dalam waktu singkat dapat membaca secara lancar, serta dapat memahami isinya. Sementara itu, Soedarso, Speed Reading (Gramedia, cet. 11,2004) mengatakan “metode speed reading merupakan semacam
latihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan informasi”. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan dalam otak.
Speed reading juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca lebih cepat. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat. Maka itu harus dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan segera menyelesaikan sebuah buku. Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat membaca dengan pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta mengingatnya dengan baik pula. Bersamaan dengan hal tersebut di atas Supriyadi (1995: 127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
Untuk hasil yang demikian besar tentu diperlukan cara. Dan pendekatan yang pertama adalah mengetahui apa yang ingin kita kuasai. Dengan begitu, kita tidak membuang waktu membaca informasi yang tidak relevan dengan yang kita cari. Diantaranya dengan meyakini maksud atau tujuan, yang melahirkan fokus dan berdampak konsentrasi. Kesemua itu memerlukan teknik yang sering kali berbeda dari orang ke orang. Riris K. Toha Sarumpaet (Gramedia, cet. 51, 2005) mengatakan bahwa:
Yang pertama berkaitan dengan jenis serta ketepatan kwalitas penerangan dan yang kedua mengenai postur serta cara duduk bahkan penentuan jarak dan letak buku. Sambil melorot, melingkar, membungkuk, atau berbaring dan bersantai bukanlah cara yang tepat. Buku sebaiknya berada pada sudut 450 dari mata.
Selain itu, Riris K. Toha Sarumpaet (Gramedia, cet. 51, 2005) mengatakan bahwa ada empat cara atau alternatif membaca yaitu:
1. Membaca kata perkata, baris demi baris, yang sangat berguna untuk membaca materi yang sulit.
2. Skimming, yaitu alinea pilihan atau baris pertama alinea.
3. Scanning, yaitu memeriksa semua materi untuk mencari sesuatu yang khas misalnya nama atau angka.
4. Membaca visual, mengejar kelompok kata dengan urutan mana suka. Cara ini cocok untuk memahami bacaan yang agak sulit serta yang mudah.
Membaca cepat tentu saja bukan tujuan, sebab keterpahamanlah yang tujuan dalam membaca cepat. Speed reading adalah metode, metode ini bisa mengangkat kita dalam labirin bacaan yang tak jelas ditengah banjir bahan bacaan saat ini. Speed reading bisa pula dikatakan mencari gizi dari sebuah bacaan.
Collin Rose dalam K.U.A.S.A.I Lebih Cepat (Kaifa, 1999) dan Soedarso, Speed reading, (Gramedia, cet. 11, 2004) mengatakan bahwa membaca cepat memiliki beberapa efek, yaitu:
1. Mencegah godaan setan membaca ulang atau regresi. Kerap sekali kita melakukan itu. Entah disebabkan tidak percaya diri bahwa kalimat yang sudah kita lewati terlupa atau karena kebiasaanm dibangku pendidikan yang selalu mentradisikan anak didiknya menghafal. Atau tiba-tiba muncul dibenak yang membisikkan bahwa ada sesuatu yang tertinggal dibelakang. Jadi membaca cepat membuat kita bisa berlari sekencang-kencangnya.
2. Membaca cepat adalah upaya melepas ketergantungan pada mendengar kata-kata yang dibenak. Terkadang kita tak sadari walau dalam kondisi mulut terkatub kita masih bersedia mendengar bunyi yang menggema dalam pikiran.
3. Membaca cepat bisa melepaskan kita dari gerakan fisik yang tak perlu seperti menggerakkan kepala atau memakai jari atau memakai alat seperti lidi atau pensil mengikuti kemana baris-baris melangkah.
Dengan menggunakan teknik membaca cepat para siswa diharapkan dapat lebih efesien dalam menggunakan waktu dalam belajar. Data survey menunjukkan bahwa lima dari empat puluh siswa yang telah mampu menggunakan pola speed reading dapat memahami suatu bacaan dengan sama baiknya dengan siswa yang belum menguasai speed reading. Dengan pola pelatihan yang kontiniu diharapkan para siswa dapat membaca dengan kecepatan hingga 800 kata per menit tanpa menghilangkan makna bacaan.
Pengenalan ini menambah kecepatan karena konsentrasi pada format yang sudah hampir baku. Jadi kita tidak lagi mengharap-harap atau merisaukan yang tidak perlu, dari segi format atau sistematika memang membaca cepat dapat membantu penyelesaian pekerjaan. Untuk kecepatan yang kita kejar, kita kehilangan dan meninggalkan banyak kata serta beragam rasa dan nuansa. Oleh karena itu harus tetap diingat penting dan perlunya membaca sebagai pembawa kenikmatan rohani, sebagai penyeimbang. Karena kita tidak mungkin sanggup bertahan hanya mengejar dan mengingat begitu banyak informasi tanpa menghayati dan menghidupinya. Oleh sebab itu jangan lupa meninjau membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan.
Sesuai dengan harapan tersebut, sekolah dasar berperan sangat penting. Karena sekolah dasar adalah wadah pertama penanaman segala keterampilan hidup, termasuk keterampilan membaca. Maka sekolah dasar perlu memasyarakatkan kegiatan membaca, terutama membaca cepat.
Berbeda halnya dengan harapan di atas, proses belajar membaca yang diselenggarakan oleh pendidik saat ini hanya menekankan pada kemampuan siswa untuk membaca tanpa memandang keefektifan dan keefesienan proses membaca itu sendiri. Fakta ini akan mengakibatkan ketertinggalan siswa akan informasi yang berkembang dengan sangat cepat dan gencar.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk memberikan sedikit solusi bagaimana upaya agar kemampuan membaca siswa khususnya di sekolah dasar dapat ditingkatkan, dan mereka dapat mengimbangi laju bahan bacaan yang semakin hari semakin gencar. Untuk itu penulis memberi judul penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading Bagi Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 31 Batipuh”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan membaca cepat dengan menggunakan metode speed reading bagi siswa kelas V sekolah dasar negeri 31 Batipuh. Secara terperinci rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Bagaimana merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca dengan menggunakan metode speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Bagaimana melaksanakan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca tersebut sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
3. Bagaimana format penilaian dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
4. Bagaimana bentuk hasil yang telah dicapai siswa di kelas V sekolah dasar dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka secara umum tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan tentang cara meningkatkan kemampuan membaca cepat melalui metode speed reading bagi siswa kelas V sekolah dasar.
Secara terperinci tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Rancangan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca dengan menggunakan metode speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Pelaksanaan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca tersebut sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
3. Format penilaian dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
4. Hasil yang telah dicapai siswa di kelas V sekolah dasar dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading
D. Manfaat Penelitian
Adapaun manfaat yang dapat diambil dari penulisan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam pengajaran membaca yang menunjang kepada peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Memberikan informasi kepada guru sekolah dasar tentang pentingnya kemampuan membaca cepat sekaligus sebagai salah satu panduan dalam menjalankan tugas mengajar yang menyangkut dengan upaya membimbing siswa terampil dalam membaca cepat.
3. Lebih meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas V sekolah dasar dalam keterampilan membaca cepat.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. KAJIAN TEORI
1. Membaca
a. Pengertian Membaca
Anderson dalam tarigan (1980:8) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca merupakan suatu proses penyandian kembali (rekonding process) dan proses pembacaan sandi (dekonding process). Aspek ini menghubungkan kata-kata tulis (written words) dengan makna bahasa lisan (oral languange meaning). Hal ini mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Hudgson (1960:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.. Suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat memahami kelompok katayang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka pesan yang tersurat dan yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca sudah terlaksana dengan baik.
Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam bentuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis. Makna bacaan tidak tidak terletak pada bahan tertulis saja, tetapi juga terletak pada pikiran pembaca itu sendiri. Dengan demikian makna bacaan bisa berubah-ubah tergantung pembaca dan pengalaman berbeda yang dimilikinya pada waktu membaca dan dipergunakannya untuk menafsirkan kata-kata tulis tersebut. Seorang pembaca yang baik adalah seorang yang dapat mengambil tanggapan mengenai bahasa (ide, stye, dan kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan yang lumayan (Gusnetti, 1997:13).
Soedarso (1991:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam suatu bacaan. Dalam hal ini guru mempunyai peranan yang sangat besar untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilakkan guru diantaranya (1) Dapat menolong para siswa untuk memperkaya kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim kata-kata, antonim, imbuhan, dan menjelaskan arti suat kata abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu mereka, (2) dapat membantu para siswa untuk memahami makna struktur-struktur kata, kalimat dan disertai latihan seperlunya, (3) dapat meningkatkan kecepatan membaca para siswa dengan menyuruh mereka membaca dalam hati, menghindari gerakan bibir, dan menjelaskan tujuan membaca.
Seseorang yang dapat memahami suatu bacaan atau wacana, akan menemukan wujud skemata yang memberikan usulan yang memadai tentang suatu bacaan. Proses pemahaman suatu bacaan adalah menemukan konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang memadai tentang suatu bacaan. Sampai sekarang konsep skema merupakan jalan yang paling memberikan harapan dari sudut wacana pada umumnya. Karena skemata merupakan bagian dari penyajian pengetahuan latar, luasnya pengetahuan dan pengalaman pembaca merupakan salah satu dasar bagi kokohnya rancangan yang menggunakan konsep skema.
Tarigan (1980:18) mengatakan guru yang mau mengetahui kemampuan siswa tentang suatu bacaan dapat melakukannya dengan cara (1)Mengemukakan berbagai jenis pertanyaan, (2) mengemukakan pertanyaan yang jawabannnya dapat ditemukan oleh siswa secara kata demi kata (verbalim), (3) menyuruh siswa membuat rangkuman atau ikhtisar, (4) menanyakan ide pokok apa yang dibaca.
Be (1980:40) menjelaskan, kemampuan pemahaman yang diperlukan dalam membaca meliputi (1) memahami kosakata yang dipakai dalam bahasa umum dan dapat menyimpulkan artinya dalam konteksnya, (2)memahami bentuk-bentuk sintaksis dan ciri-ciri morfologi tertulis yang didapatkan dalam bacaan, (3) dapat mengambil kesimpulan dan tanggapan yang valid dari bahan yang dibaca.
Berdasarkan pernyataan di atas maka kemampuan membaca adalah bagaimana seseorang dapat memahami dengan baik apa pesan yang disampaikan dalam bacaan itu, sehingga informasi yang diserap dapat diungkapkan kembali dengan tepat, baik secara lisan maupun secara tulisan.
Abdullah (1990:2) mengungkapkan bahwa membaca adalah salah satu kegiatan aktif mencari informasi yang kita dapat dalam bacaan. Dengan sendirinya, kebiasaan-kebiasaan membaca akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi suatu masalah. Dalam membaca, diharapkan pembaca memahami apa yang dibaca, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik.
b. Unsur-unsur yang Terkandung dalam Membaca
Abdullah (1990:2) mengatakan:
Unsur-unsur kemampuan membaca dapat ditelusuri dari pengertian membaca yang telah dikemukakan. Pertama, karena membaca itu merupakan interaksi dengan bahasa yang telah diubah menjadi cetakan, maka kemampuan memahami lambang-lambang bunyi merupakan penentu utama keberhasilan membaca. Kedua, karena hasil interaksi dengan bahasa cetak itu merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai susunan lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan membaca. Ketiga, karena kemampuan membaca itu berhubungan erat dengan kemampuan berbahasa lisan, maka unsur-unsur kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata dan kemampuan mengendalikan gerak bibir juga mempengaruhi keberhasilan membaca. Keempat, karena membaca itu merupakan proses aktif dan berlanjut yang dipengaruhi langsung oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya, maka keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh unsur kecerdasan serta pengalaman membaca yang dimiliki.
c. Jenis-jenis Membaca
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan.
1) Membaca Berdasarkan Tingkatannya
Agustina (1990:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca permulaan, membaca inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal. Lebih lanjut jenis membaca tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.) Membaca Permulaan
Membaca permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan kegiatan jasmani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebahagian kegiatan yang dilakukannya.
b.) Membaca Inspeksional
Membaca inspeksional berkaitan dengan masalah waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang relatif singkat, sedangkan pembaca harus menyelesaikan.
c.) Membaca Analitis
Membaca analitis bukan hanya sekedar menyuarakan lambang bahasa dan menangkap makna yang berada dibalik lambang itu saja, tetapi lebih dari itu, kegiatan mental setelah kegiatan jasmani pada pembaca jenis ini sangat diperlukan. Karena membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang dibaca.
d.) Membaca Sintopikal
Membaca sintopikal ini menuntut pembaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
Dari keempat jenis tingkatan membaca di atas, membaca sintopikal-lah yang paling berat dan melelahkan. Namun membaca sintopikal atau membaca perbandingan ini memungkinkan pembaca memperoleh kepuasan, karena banyak informasi yang dapat diperoleh dengan membaca pada tingkatan ini.
2) Membaca Berdasarkan Kecepatan dan Tujuannya
Gani dan Semi (1976:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis, yaitu; membaca kilat (skimming), membaca cepat (speed reading), membaca studi (careful reading), dan membaca reflektiv (reflektive reading).
a.) Membaca Kilat (skimming)
Membaca kilat (skimming) merupaka salah satu cara membaca yang lebih mengutamakan penangkapan esensi materi bacaan, tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut. Untuk membaca kilat diperlukan keterampilan yang dapat menentukan bagian-bagian bacaan yang mengandung ide atau pikiran pokok.
Tujuan membaca kilat adalah menangkap seperangkat ide pokok, mendapatkan informasi yang penting dalam waktu singkat atau terbatas, dan menemukan suatu pandangan atau sikap penulis.
b.) Membaca Cepat (speed reading)
Membaca cepat adalah membaca yang dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya dengan membaca kalimat demi kalimat dan paragaraf tetapi tidak membaca kata demi kata.
Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama, dan penjelasan dari suatu bacaan dalam waktu yang singkat.
c.) Membaca Studi (careful reading)
Membaca studi dilakukan untuk memahami, mempelajari, dan meneliti suatu persoalan, kadang-kadang dituntut pula untuk menghadapkannya dalam ingatan. Untuk keperluan ini, membaca harus dilaksanakan dengan kecepatan yang agak rendah. Ciri-ciri pembaca yang baik dan efesien yaitu mempunyai kebiasaan yang baik dalam membaca, betul-betul mengerti tentang apa yang dibaca, sehabis membaca dapat mengingat sebahagian besar pokok-pokok bacaan, dan dapat membaca dengan kecepatan yang terkontrol (Al-Falasay dan Naif, 1985:25).
d.) Membaca Reflektiv (reflektive reading)
Membaca reflektiv adalah membaca untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian melahirkannya kembali atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan keterangan yang diperoleh.
Biasanya membaca reflektiv dilakukan dengan tuntutan petunjuk tentang percobaan di labor, petunjuk yang memerlukan tindakan pembaca. Disamping itu juga dilaksanakan atau ditujukan untuk merefleksikan suatu bacaan, membaca untuk kesenangan dan membaca estetis.
2. Membaca Cepat
a. Pengertian Membaca Cepat
Nurhadi ( 1987:31-32) menyatakan “membaca cepat dan efektif ialah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya”.
Muchlisoh (1992:149) mengatakan bahwa:
Membaca cepat bukan berarti jenis membaca yang ingin memperoleh jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat. Pelajaran ini diberikan dengan tujuan agar siswa sekolah dasar dalam waktu yang singkat dapat membaca secara lancar dan dapat memahami isinya secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini dilaksanakan tanpa suara.
Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Supriyadi (1995:128) mengatakan bahwa “membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan mata dalam membaca”.
Saleh Abbas (2006:108) menyatakan “membaca cepat adalah membaca sekejap mata, selayang pandang. Tujuannya adalah dalam waktu yang singkat pembaca memperoleh informasi secara cepat dan tepat”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan dengan menggunakan gerakan mata dan dilakukan tanpa suara yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara tepat dan cermat dalam waktu singkat.
b. Pemahaman dalam Membaca Cepat
Dalam membaca cepat terkandung pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukannya kecepatan. Akan tetapi, bukan berarti membaca lambat akan meningkatkan pemahaman. Bahkan orang orang yang biasa membaca lambat untuk mengerti suatu bacaan akan dapat mengambil manfaat yang besar dengan membaca cepat. Seorang pembaca yang baik akan mengatur kecepatan dan memilih jalan terbaik untuk mencapai tujuannya. Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, serta sejauh mana keakraban dengan bahan bacaan. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan.
Supriyadi (1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh itu adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
“Seorang pembaca cepat tidak berarti menerapkan kecepatan membaca itu pada setiap keadaan, suasana, dan jenis bacaan yang dihadapinya”(Nurhadi, 1987:32).
Soedarso (1988:18) mengatakan “kecepatan membacapun harus fleksibel. Artinya, kecepatan tidak harus selalu sama. Adakalanya kecepatan itu diperlambat. Hal itu tergantung pada bahan dan tujuan kita membaca”.
Supriyadi (1995:142) menyatakan “bahan bacaan untuk pelajaran membaca cepat hendaknya bahan bacaan yang pernah dibaca atau bahan bacaan yang diperkirakan dekat dan akrab dengan kehidupan pembaca”.
Pembaca yang efektif dan efesien mempunyai kecepatan bermacam-macam. Sadar akan berbagai tujuan, tingkat kesulitan bahan bacaan, serta keperluan membacanya saat itu. Karena kesadaran itu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman terhadap isi bacaan.
c. Kegunaan Membaca Cepat
Depdikbud (2005:7) mengatakan:
Ada berbagai kegunaan yang terkandung dari kemampuan membaca cepat, diantaranya adalah (1) membaca cepat menghemat waktu, (2) membaca cepat menciptakan efesiensi, (3) semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk melakukan hal-hal rutin, maka semakin banyak waktu yang tersediauntuk mengerjakan hal penting lainnya, (4) membaca cepat memiliki nilai yang menyenangkan/ menghibur, (5) membaca cepat memperluas cakrawala mental, (6) membaca cepat membantu berbicara secara efektif, (7) membaca cepat membantu dalam menghadapi ujian, (8) membaca cepat meningkatkan pemahaman, (9) membaca cepat menjamin untuk selalu mutakhir, dan (10) membaca cepat dapat dikatakan sebagai tonikum mental.
d. Penghambat Kecepatan Membaca
Depdikbud (2005:26) mengemukan:
Beberapa kebiasaan umum negatif yang lumrah terdapat pada pembaca yang biasa ataupun pembaca yang lambat, hal itu antara lain (1) meneliti materi bacaan secara berlebihan dan melakukan subvokalisasi, (2) tidak berusaha mengurangi gangguan waktu dan interupsi, dan (3) membiarkan stress mengganggu disaan pembaca dihadapkan pada materi bacaan yang terlampau banyak ataupun membiarkan adanya kesulitan fisik lainnya yang berkaitan dengan membaca, seperti dyslexia.
e. Kebiasaan Positif yang Dapat Menunjang Peningkatan Membaca Cepat
Depdikbud (2005:26) mengemukakan bahwa “kebiasaan positif yang harus dikembangkan atau perkuat dalam membaca antara lain (1) meningkatkan motivasi, (2) meningkatkan konsentrasi, (3) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (4) meningkatkan pemahaman.”
f. Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat
Kemampuan membaca cepat bukanlah kemampuan yang diperoleh karena bakat, karena “membaca cepat adalah sebuah keterampilan” (Nurhadi, 2004:26). Seirama dengan itu Depdikbud (2005:5) menyatakan bahwa:
Membaca cepat adalah sebuah keterampilan. Keberhasilan anda dalam menguasai teknik ini sangat bergantung pada sikap anda sendiri, tingkat keseriusan anda, dan kesiapan untuk mencoba melatihkan teknik tersebut. Untuk itu anda harus; 1) berkeinginan untuk memperbaiki; 2) merasa yakin bahwa anda akan dapat melakukan hal itu.
Berdasarkan pernyataan di atas maka usaha peningkatan kemampuan kemampuan membaca cepat membutuhkan seragkaian latihan secara bertahap yang dirancang unuk menghilangkan kebiasaan negatif dalam membaca dan sekaligus menonjolkan positifnya.
Depdikbud (2005:26) mengungkapkan:
Ada beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat seseorang. Beberapa upaya tersebut adalah (1) mengurangi subvokalisasi, (2) mengurangi kebiasaan menunda dan interupsi, (3) mengurangi stres, (4) meningkatkan konsentrasi, (5) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (6) menggunakan pola pemanggilan ulang.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat, seseorang memerlukan latihan dengan menerapkan berbagai metode pendukung. Salah satu metode yang dapat mendukung upaya kearah peningkatan kemampuan membaca cepat adalah dengan menerapkan metode speed reading.
3. Metode Speed Reading
a. Pengertian Speed Reading
Soedarso, Speed Reading (Gramedia, cet. 11,2004) mengatakan “metode speed reading merupakan semacam latihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan informasi”. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan dalam otak.
Speed reading juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca lebih cepat sekaligus memahami semua yang terkandung di dalam bacaan yang bersangkutan. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat. Maka itu harus dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan segera menyelesaikan sebuah buku. Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat membaca dengan pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta mengingatnya dengan baik pula. Bersamaan dengan hal tersebut di atas Supriyadi (1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
Dengan menggunakan teknik speed reading para siswa diharapkan dapat lebih efesien dalam menggunakan waktu dalam belajar. Data survey menunjukkan bahwa lima dari empat puluh siswa yang telah mampu menggunakan pola speed reading dapat memahami suatu bacaan dengan sama baiknya dengan siswa yang belum menguasai speed reading. Dengan pola pelatihan yang kontiniu diharapkan para siswa dapat membaca dengan kecepatan hingga 800 kata per menit tanpa menghilangkan makna bacaan.
b. Langkah-langkah Speed Reading
Nurhadi (2004:26) menyatakan “membaca cepat dapat dilakukan dengan cara (1) persiapkan pencatat waktu (arloji), perhatikan pada saat anda mulai membaca, (2) hitung berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut; kemudian, (3) dengan jumlah lama waktu itu (…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca”..
Format Daftar Kecepatan Membaca
Waktu mulai : …menit…detik
Waktu berakhir : …menit…detik
Lama/Waktu Kecepatan
1 menit 00 detik
… 600 kata/menit

Nurhadi (2004: 19-21)
Widodo Santoso dalam MUTU Vol. IV No. 03 Edisi Oktober-Desember 1995:42 menyatakan langkah-langkah latihan kecepatan membaca adalah:
1.) Siswa secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
2.) Bagi siswa kelas I dan II tugas membaca bergantian tiap siswa, dan bagi siswa kelas III sampai dengan VI membaca dalam hati/pemahaman secara bersama.
3.) Masing-masing siswa menghitung jumlah kata yang telah dibaca selama batas waktu yang telah ditetapkan. Jika dikhawatirkan siswa tidak jujur, dapat diadakan tanya jawab tentang isi wacana atau kalimat terakhir yang dibacanya.
4.) Menghitung rata-rata jumlah kata yang telah dibaca masing-masing siswa dalam setiap menit.
5.) Guru membuat tabel kecepatan membaca dan siswa menuliskan banyaknya kata setiap latihan.
Tabel Kecepatan Membaca
No. Nama Murid Banyak kata yang dibaca selama 1 menit Rata-rata tiap menit
1
2
3
Widodo Santoso dalam MUTU Vol. IV No. 03 Edisi Oktober-Desember 1995:42.
4. Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
a. Perencanaan Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar suatu pokok bahasan tertentu, guru dituntut untuk membuat perencanaan pengajaran (Supriyadi, 1995:159). Semakin baik perencanaan yang dibuat, semakin mudah pelaksanaan pengajarannya sehingga semakin tinggi hasil belajar mengajar yang dicapai.
Perencanaan pengajaran yang dipersiapkan guru dituangkan dalam wujud satuan pelajaran (satpel) yang sepenuhnya berpedoman kepada GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) (Supriyadi, 1995:162). Apabila pernyataan tersebut kita sesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang, maka perencaan pengajaran yang dipersiakan guru dituangkan dalam wujud rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) yang sepenuhnya berpedoman kepada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang telah ditetapkan oleh badan standar nasional pendidikan (BSNP). Dalam KTSP sudah dicantumkan kolom-kolom yang memuat informasi: standar kompetensi dan kompetensi dasar, program (kelas, semester).
Melihat wujud kurikulum yang demikian, terdapat pokok-pokok masalah yang perlu diperhatikan guru dalam merencanakan persiapan mengajarnya, yaitu:
1.) bagaimana menjabarkan tujuan yang masih bersifat umum tersebut (standar kompetensi dan kompetensi dasar) ke dalam rumusan yang lebih operasional, jelas dan sederhana (indikator)?,
2.) bagaimana menetapkan sumber dan bahan pengajaran (pokok bahasan) beserta uraiannya?,
3.) bagaimana menetapkan teknik atau metode kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut?,
4.) bagaimana menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut?,
5.) bagaimana bentuk evaluasi yang akan dikembangkan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan di atas?.
b. Pelaksanaan Perencanaan Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
Setelah selesai menyelesaikan pembuatan persiapan/perencanaan mengajar, selanjutnya memasuki tahap pelaksanaan rencana tersebut di dalam kegiatan nyata dalam kelas. Untuk melaksanakan program pengajaran tersebut, tentu saja perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.) Kurikulum yang bersangkutan dengan membaca cepat;
2.) mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia;
3.) pemanfaatan berbagai sumber dan sarana yang terdapat di lingkungan sekolah atau lingkungan sekitarnya;
4.) sifat pokok bahasan membaca cepat itu sendiri, (Supriyadi, 1995:166)
Langkah-langkah proses belajar mengajar (PBM) yang dikelola guru hendaknya dapat mengarahkan siswa terhadap pencapaian tujuan pengajaran membaca cepat seperti yang telah dirumuskan dalam indikator. Melalui pendekatan keterampilan proses dengan menerapkan metode speed reading, proses belajar mengajar dijadikan sarana bagi penggalian, pembinaan, dan pengembangan kemampuan dasar masing-masing siswa. Oleh karena itu itu titik berat proses belajar mengajar ditekankan pada aktivitas siswa yang menunjang peningkatan kemampuan membaca cepatnya. Instruksi-instruksi, tugas, saran, perintah, penjelasan guru, dan sejenisnya hendaklah jelas sehinga dapat dipahami siswa. Dan yang tidak kalah penting dari hal-hal di atas ialah bahwa hasil dari proses belajar mengajar membaca cepat ini hendaknya dapat dinilai, baik dalam prosesnya, maupun hasil belajar yang diperoleh siswa. Dan pada akhirnya diharapkan siswa kita dapat menunjukkan hasil belajar membaca cepat dalam wujud yang lebih konkret. Misalnya grafik kemajuan membaca cepat siswa dan sebagainya yang dapat dipajangkan. Cara seperti ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Penilaian-penilaian Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode speed reading
Supriyadi (1995:167) menyatakan “penilaian ini dapat dilakukan terhadap dua hal, yaitu penilaian terhadap proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penilaian terhadap proses dapat dilacak dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.”
Penilaian terhadap perencanaan dapat diarahkan terhadap komponen-komponen rencana pelaksanaan pengajaran seperti indikator, proses belajar mengajar (yang terintegrasi di dalamnya bahan, metode, media, sumber, dan sarana), dan evaluasi. Apakah komponen-komponen tersebut relevan dengan pokok bahasan membaca dan tuntutan pengajaran membaca?.
Penilaian terhadap pelaksanaan pengajaran membaca ditujukan terhadap tingkat kesesuaian kegiatan yang dilakukan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dan bagaimana proses kegiatan itu berlangsung. Adakah kegiatan tersebut mengembangkan keterampilan proses dan membaca cepat ?. Bagaimana dengan pengembangan konsep dan nilai, serta penegmbangan keterampilan siswa, apakah hal tersebut tampak dalam aktivitas siswa?. Kegiatan ini diiringi dengan pemberian umpan balik oleh guru, baik secara individual maupun kelompok. Bentuknya dapat berupa bantuan, petunjuk, penghargaan, dan lain-lain sehingga hal ini dapat tercermin dari kegiatan siswa seperti berikut:
1.) siswa membaca mandiri,
2.) siswa menjadi tutor sebaya dalam menjelaskan kosakata sulit bagi kawan-kawannya,
3.) siswa membuat laporan kemampuan membaca cepatnya,
4.) siswa mengulang bahan bacaan yang telah diberikan untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam membaca cepat.
Penilaian terhadap hasil belajar siswa terutama diarahkan kepada (1) penguasaan konsep, (2) pengembangan sikap dan nilai, dan (3) penguasaan keterampilan. (Supriyadi, 1995:168)
Siswa dianggap telah menguasai konsep apabila mereka telah dapat menafsirkan dan membuat ringkasan isi wacana, serta melahirkan gagasannya sendiri mengenai sub pokok bahasan tersebut dengan bahasa dan imajinasinya sendiri. Penumbuhan sikap dan nilai tercermin dari sikap berani mengeluarkan pendapat, berdisiplin, jujur, dan lain-lain. Penguasaan keterampilan dapat terlihat pada kemampuan mencari dan menemukan ide paragraf, kemampuan membaca dengan kecepatan yang memadai, kemampuan melahirkan kembali (berbicara), dan sebagainya.
B. KERANGKA TEORITIS
Membaca cepat merupakan salah satu keterampilan membaca yang perlu ditumbuhkembangkan dalam diri siswa semenjak dini. Karena membaca cepat sangat penting dimiliki oleh siswa guna menghadapi perkembangan teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih.
Kemampuan membaca cepat dapat ditingkatkan melalui latihan yang dilaksanakan secara bertahap dan kontiniu, karena membaca cepat bukanlah bakat ataupun kemampuan warisan. Oleh karena itu, kecepatan membaca hendaklah diajarkan dan dilatihkan secara terus menerus semenjak dini sampai waktu yang tak terbatas seiring dengan perkembangan teknologi.
Banyak ahli yang menawarkan berbagai teknik/metode agar seseorang mampu dan memiliki kemampuan membaca cepat. Salah satu diantaranya adalah metode yang dikenal dengan speed reading.Speed reading merupakan metode praktis, sederhana, dan terbaru yang akan mengantarkan seseorang kepada kemampuan membaca cepat yang maksimal. Peningkatan kemampuan membaca cepat dengan speed reading ditempuh dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap Pra Baca
a. Menyiapkan stopwatch atau jam
b. Menyampaikan tujuan membaca
c. Menyampaikan teknik dan mekanisme membaca
d. Mengenalkan topik/ judul bacaan
e. Memfokuskan perhatian siswa pada judul untuk diinterpretasikan
f. Menginventarisasi interpretasi siswa
g. Siswa secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
h. Perhatikan pada saat anda mulai membaca, catat waktunya.
2. Tahap Saat Baca
a. Membaca teks
3. Pasca Baca
a. Mencatat waktu selesai membaca
b. Menjawab pertanyaan
c. Mencek jawaban pertanyaan
d. Hitung berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut, konversikan waktu membaca (…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca.
e. Mengkonversikan tingkat pemahaman
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Ada dua macam pendekatan dalam penelitian yaitu pendekatan kuantitatif dimana peneliti akan bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan gejala yang diamati dan pendekatan kualitatif dimana peneliti akan bekerja dengan informasi-informasi data dan di dalam menganalisanya tidak menggunakan analisa data statistik.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif action research. Penelitian ini bertujuan menyelidiki pengaruh penggunaan metode speed reading dalam terhadap peningkatan kemampuan membaca cepat siswa, dengan mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil pre-test dan post-test .
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 31 Malalo Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada semester Juli-Desember 2007 dan menganalisis data pada Desember 2007.
C. Variabel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Hajar (1999:156) yang mengartikan variabel adalah objek pengamatan atau fenomena yang diteliti. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Dalam suatu penelitian eksperimen, Sutrisno Hadi (1982:437) membedakan variabel menjadi dua yaitu (1) variabel eksperimen atau treatment variable yaitu kondisi yang hendak diselidiki bagaimana pengaruhnya terhadap gejala atau behaviour variable, (2) variabel non eksperimental yaitu variabel yang dikontrol dalam arti baik untuk kelompok eksperimental
Sedangkan Suharsimi Arikunto (1998:101) membedakan variabel menjadi dua yaitu variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas, atau independent variabel (X), dan variabel akibat yang disebut variabel tak bebas, variabel tergantung, variabel terikat, atau dependent variabel (Y).
Berdasarkan pendapat diatas, dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksperimental yang meliputi:
1. Variabel bebas : Penggunaan metode speed reading
2. Variabel terikat : Peningkatan kemampuan membaca siswa
Sedangkan variabel non-eksperimetal dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan prestasi belajar.
D. Desain dan Paradigma Penelitian
1. Desain Penelitian
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental. Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas internal maupun eksternal.
Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan terhadap subjek, random pre test post test, random terhadap subjek dengan pre test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol dan post tes kelompok kontrol.
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan adalah sebagai berikut:
a. Control Group Post test only design atau post tes kelompok kontrol
Desain ini subjek ditempatkan secara random ke dalam kelompok-kelompok dan diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau pre test mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen. Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada perlakuan.
b. Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok kontrol
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol). Dari desain ini efek dari suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan diuji dengan cara membandingkan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah dikenai perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
c. Solomon four group design
Desain ini menuntut penempatan subjek secara random kedalam empat kelompok. Pada kelompok 1 dan 2 diberi pre test dan post test dan hanya kelompok 1 dan 3 yang dikenai perlakuan eksperimen.
Kelemahannya adalah memerlukan subjek dua kali lipat jumlah subjek untuk desain eksperimen.
Dalam penelitian ini digunakan desain Pre Tes Post Test Control Group. Desain penelitian eksperimen yang digunakan adalah sebagai berikut:
Kelompok Pre-test Perlakuan Poast-test
KE K – 1 metode speed reading K –2
KK K – 1 - K – 2
Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
K-1 : Pre Test
K-2 : Post Test
2. Paradigma Penelitian
Kelinger (1993:484) mengartikan paradigma penelitian sebagai model relasi antara variabel-variabel dalam suatu kajian penelitian. Paradigma dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
a. Paradigma Kelompok Eksperimen
b. Paradigma Kelompok Kontrol
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 31 Malalo kecamatan Batipuh kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan sampel random dengan sistem undian dengan maksud agar setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian. Adapun tekniknya dengan mengundi gulungan kertas sejumlah kelas yang didalamnya tertulis nomor kelas, sehingga didapatkan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.
F. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan cara atau jalan yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian menurut Suharsimi (1998:138) secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu tes dan non test.
Dalam penelitian ini menggunakan angket dalam pengumpulan data. Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Tujuan digunakan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengungkap minat belajar siswa baik sebelum dikenai treatmen maupun sesudah dikenai tretmen.
Menurut Ibnu Hadjar (1999:184-88) menggolongkan angket menjadi empat yaitu angket terbuka dan tertutup, skala, daftar cek, dan bentuk rangking. Sedangkan Suharsimi (1998:140-141) menggolongkan angket sebagai berikut:
1. Berdasarkan cara menjawab dibedakan menjadi dua yaitu angket terbuka dan angket tertutup.
2. Berdasarkan dari jawaban yang diberikan dibedakan menjadi dua yaitu angket langsung dan angket tidak langsung.
3. Dipandang dari bentuknya dibedakan menjadi empat yaitu angket pilihan ganda, isian, check list, dan rating scale.
Berdasarkan macam-macam angket diatas, dalam penelitian ini menggunakan angket tertutup dengan jawaban pilihan ganda.
Menurut Suharsimi (1998:141), kelebihan angket adalah sebagai berikut:
1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2. dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden
3. dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing, dan menurut waktu senggang responden.
4. dapat dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidak malu-malu menjawab
5. dapat dibuat terstandar sehingga semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama.
Selain memiliki kelebihan, Suharsimi (1998:142) juga mengemukakan kelemahan angket sebagai berikut:
1. responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, adahal sukar diulang kembali kepadanya
2. seringkali sukar dicari validitanya
3. walaupun dibuat anonim, kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
4. seringkali tidak kembali
5. waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat.
Adapun tujuan penggunaan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui minat belajar siswa baik sebelum dikenai perlakuan ataupun sesudah dikenai perlakuan. Kisi-kisi angket minat belajar adalah sebagai berikut:
Variable Indikator Jumlah Item
a. Perhatian a. Mempunyai perhatian untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Mempunyai perhatian untuk memahami materi pelajaran
c. Mempunyai perhatian untuk menyelasaikan soal-soal pelajaran. 5
5
5
b. Ketertarikan a. Ada ketertarikan untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Ada ketertarikan untuk menyelesaikan soal-soal pelajaran.
c. Ada ketertarikan untuk memahami bahan pelajaran 5
5
5
c.Rasa Senang a. Mengetahui bahan belajar dengan rasa senang
b. Memahami bahan belajar dengan rasa senang
c. Mampu menyelesaikan soal-soal dengan rasa senang. 5
5
5
Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan tiga teknik pengumpulan data lainnya, yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dengan instrumen pengumpulan data adalah peneliti sendiri. Menurut Sudjana dan Ibrahim (1989:201) bahwa “teknik observasi partisipan dan wawancara spontan merupakan teknik yang paling utama dalam penelitian kualitatif. Wawancara dapat dilakukan secara spontan dengan observasi partisipan dan dapat pula secara sendiri”.
1. Observasi
Untuk mengumpulkan data di lapangan peneliti melakukan observasi langsung. Menurut W. Gulo (2003:115) “observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi yang mereka saksikan selama penelitian, penyaksian terhadap peristiwa dengan melihat, mendengar dan merasakan yang kemudian dicatat secara seobjektif mungkin”. Pelaksanaan observasi peneliti dilakukan dengan tiga tahapan sebagaimana dikatakan Sanapiah faisal (1990:80), yaitu; (a) observasi deskriptif, observasi ini dilakukan pada tahap ekspolarasi umum, pada tingkat observasi ini , peneliti berusaha memperhatikan dan merekamsebanyak mungkin aspek/elemen situasi sosial yang diobservasi sehingga mendapat gambaran umum masih berkisar pada apa yang tengah berlangsung pada suatu situasi sosial, (b) observasi terfokus yaitu observasi yang dilakukan sebagai kelanjutan dari ibservasi deskriptif, pada tahap ini observasi lebih terfokus pada tahap-tahap detil atau rincian-rincian suatu domain, ini dilakukan terutama untuk kebutuhan analisis taksonomi, guna memperoleh data terinci pada domain-domain tertentu yang telah dipilih untuk analasis taksonomis, observasi ini yaitu suatu kegiatan observasi yang telah disempitkan fokusnya, akan tetapi lebih dicermati secara mendetail atau terinci, (c) observasi terseleksi, observasi ini dilakukan atau dikembangkan untuk mendapatkan data informasi yang diperlukan untuk analisis komponsial: suatu analisis dalam penelitian kualitatif yang arahnya menegenai kontras-kontras antar set kategori (warga suatu domain) dalam berbagai dimensi yang mungkin saling berbeda antar set kategori yang satu dengan set kategori yang lainnya.
Pelaksanaan observasi tahap manapun dilakukan, serta jenis observasi apapun yang dipergunakan, penelitian kualitatif dituntut untuk banyak bertanya pada diri sendiri. Diwaktu yang bersamaan peneliti perlu menempatkan dirinya sebagai informan bagi dirinya. Kegiatan bertanya pada diri sendiri akan dapat mengarahkan kegiatan observasi, dan inilah slah satu makna posisi peneliti sebagai instrumen penelitian. Pada pelaksanaan observasi peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan alat tulis seperti buku, pena dan alat audio (tape recorder) serta alat visual (camera photo).
2. Wawancara
Wawancara digunakan dalam rangka memperoleh informasi verbal secara langsung dari informan. Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian maka peneliti menetapkan bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka, dengan tujuan agar responden yang diwawancarai dapat mengetahui tujuan dari wawancara tersebut.
Penetapan bentuk wawancara ini dipertegas oleh Moleong (2002:137) yang menyatakan bahwa “dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subyeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu”. Selain wawancara terbuka dalam penelitian ini peneliti menetapkan bentuk wawancara terstruktur dimana peneliti menetapkan sendiri masalah dan aspek pertanyaan yang diajukan.
3. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data selain dengan observasi dan wawancara juga dapat dilakukan studi dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang berkaitan administrasi, kondisi fisik, dan keadaan sosial dalam bentuk visual (data gambar). Data yang dikumpulkan dengan cara-cara ini adalah tentang guru, pelaksanaan, kondisi sosial pembelajaran pada kelas yang diajarkan.
G. Validitas dan Reliabilitas
Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliable. Menurut Suharsimi (1998:160) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi sedangkan instrumen yang kurang valid berarti memilili validitas rendah. Dalam penelitian ini untuk mengetahui validitas instrumen dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson sebagai berikut:
dengan pengertian
x : X- X
y : Y – Y
X : skor rata-rata dari X
Y : skor rata-rata dari Y
Sedangkan di bagian lain Suharsimi (1998:170-171) menerangkan reliabilitas adalah instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen itu sudah baik. Instrumen yang reliable berarti instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bias dipercaya. Dalam penelitian ini untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus Spearman-Brown sebagai berikut:
dengan keterangan:
r11 : reliabilitas instrumen
r1/21/2 : rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen
H. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan analisis statistuk parametik yaitu suatu metode yang dibutuhkan asumsi tentang distribusi populasi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar